Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan
mengeluh pada ibunya.
Sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah
dan lembek.
Anakku..!!!
Kata sang ibu (sambil bercucuran air mata).
ALLAH
tidak memberikan pada kita, bangsa kerang sebuah tangan pun.
Sehingga Ibu tak
bisa menolongmu.
Si ibu terdiam sejenak.
Sakit sekali, aku tahu anakku.
Tetapi terimalah itu sebagai takdir.
Kuatkan
hatimu.
Jangan terlalu lincah lagi.
Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan
nyeri yang menggigit.
Balutlah pasir itu dengan getah perutmu.
Hanya itu yang
bisa kau perbuat, kata ibunya dengan sendu dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya.
Sambil menahan rasa sakit yang bukan alang-kepalang.
Kadang-kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan
nasihat ibunya.
Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya.
Tetapi
tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya.
Makin lama
rasa sakit pun makin berkurang.
Dan semakin lama mutiaranya semakin besar.
Rasa
sakit menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun.
Sebutir mutiara terbentuk, mengkilap dan berharga mahalpun terbentuk dengan sempurna.
Penderitaannya
berubah menjadi mutiara.
Airmatanya berubah menjadi sangat berharga.
Dirinya
kini.
Sebagai hasil penderitaan yang dialami bertahun-tahun.
Berubah menjadi kerang yang lebih berharga daripada sejuta
kerang lain.
Yang hanya menjadi santapan orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.
Pesan Moral.
Cerita di atas adalah
sebuah paradigma yang menjelaskan bahwa penderitaan,
Adalah lorong transendental
untuk merubah "kerang biasa" menjadi "kerang luar
biasa".
Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan,
Dapat
mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa".
Namun banyak orang yang mundur
saat berada di lorong transendental tersebut.
Karena tidak tahan dengan
cobaan yang dialami.
Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa dimasuki:
Pertama, menjadi "kerang biasa" yang disantap orang.
Kedua, menjadi "kerang
luar biasa" yang menghasilkan mutiara.
Sayangnya lebih banyak orang yang
mengambil pilihan pertama.
Sehingga tidak mengherankan,
Bila jumlah orang yang
sukses lebih sedikit dari orang yang "biasa-biasa saja".
Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan atau terluka.
Karena orang-orang di sekitar kita.
Dan sambil berkata di dalam hati...
Air mata ku diperhitungkan ALLAH...
Dan
penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara.
0 komentar:
Posting Komentar